Sabtu, 06 Juni 2009

senggama hujan

Di luar, hujan tumpah meruah. Selaksa langit sedang menyenggamai bumi. Mengguyurkan segenap rindu dalam persetubuhan menderu-deru, bergolak penuh nafsu.

Kuhampiri tubuhmu kekasih, di atas ranjang biru
penuh rindu. Kukuliti tubuhmu dari busanamu
satu per satu. Kucumbui keningmu, pipimu,
bibirmu, dengan syahdu jiwaku. Kukecupi lehermu
bersemu merah. Kujilati buahdadamu dan sekujur tubuhmu,
dengan nafas menderu memburu. Dan kau mendesah
dirajah gairah, memerah. Lalu kau bimbing zakarku
masuk lembut perlahan ke dalam guagarbamu.
Engkau pun mendesah dalam tiap hentakan
pelan penuh nafsu. Juga aku. Kita hayati tiap
hentakan, tiap gesekan berlumur kenikmatan. Selaksa
tangan lembut sang ibu mengelus penuh kasih
tubuh si bayi. Lalu kau mendesah panjang, mengerang
mengejang, merapat memeluk tubuhku erat-erat.
Zakarku terlumat nikmat guagarbamu. Dan aku pun
menyusulimu dengan erangan kenikmatan, dengan
cairan kehidupan memancar memeluk dinding
peranakanmu. Hangat, katamu dengan syahdu.
Lalu kau lepas pelukanmu di bidangdadaku.
Mari kita ulangi sekali lagi, pintamu.
Mengapa tidak, jawabku.

Dan aku pun serasa lupa pada segala kesakitanku, pada semua sumpah-serapahku terhadap hidup –selaiknya tumpahan hujan mengobati dukalara pepohonan nan ranggas disiksa kemarau panjang.
Kau, masihkah peduli padaku?


dinihari 16 desember 2008

memelukmu eratlekat dalam khayalanku
kenapa kau begitu jauh tak terengkuh…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar